Ratusan penganut Buddha, termasuk
biksu, mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan tindakan yang lebih
keras terhadap gerilyawan dari minoritas Muslim Rohingya. Mereka
berkumpul di kota terbesar Myanmar, Yangon pada Rabu (30/08).
Sebelumnya, pejuang Rohingya dari Arakan Rohingya Solidarity Army (ARSA)
memulai kembali serangan gerilya dalam skala besar di negara bagian
Rakhine di barat Myanmar. Serangan dimaksudkan sebagai tanggapan atas
penggerebekan, pembunuhan dan penjarahan oleh tentara Myanmar di wilayah
tersebut setelah kematian tujuh penduduk desa awal bulan ini.
Tentara Myanmar kemudian menanggapi serangan pada Kamis dengan melakukan
operasi brutal terhadap warga Rohingya. Saksi mata dari warga
mengatakan bahwa mereka menyerang dan membakar desa Rohingya, menembak
warga sipil dan memaksa warga mengungsi. Sedikitnya 18.000 orang
Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh pasca kejadian itu, meski
ditolak oleh pemerintah setempat.
Pemerintah terus menyalahkan gerilyawan Rohingya dan simpatisan mereka
atas kekerasan yang terus berlanjut. Associated Press mengutip dari
laporan pemerintah Myanmar, bahwa angka kematian yang dirilis pemerintah
membuat korban tewas sejak pekan lalu minimal 103, termasuk 12 anggota
pasukan keamanan. 77 orang dilaporkan sebagai gerilyawan dan 14 dari
warga sipil. Jumlah tersebut dikhawatirkan terus bertambah.
Satu juta warga Rohingya diperkirakan tinggal di negara bagian Rakhine
utara. Mereka menghadapi penganiayaan berat di negara dengan mayoritas
penganut Buddha tersebut, yang menolak untuk mengakui mereka sebagai
minoritas etnis asli yang sah, meninggalkan mereka tanpa kewarganegaraan
dan hak-hak dasar.
Wirathu, seorang biksu Buddha dan pemimpin gerakan anti-Muslim yang
dikenal dengan khotbah kebenciannya, mengatakan kepada pemrotes hari
Rabu di Yangon bahwa hanya militer yang dapat mengendalikan situasi di
Rakhine utara.
Dia mengkritik pemerintah sipil Aung San Suu Kyi karena tidak menanggapi
dengan cepat seruan untuk sebuah pertemuan Dewan Keamanan dan
Pertahanan Nasional, yang dapat mengumumkan keadaan darurat di Rakhine
dan memberikan wewenang mutlak kepada militer untuk menegakkannya.
“Hanya komandan militer yang bisa melindungi nyawa dan hak milik
masyarakat,” kata Wirathu. “Militer adalah satu-satunya yang bisa
memberi pelajaran untuk menjinakkan para teroris Bengali.”
Nasionalis Myanmar menggunakan istilah Bengali untuk Rohingya karena
kepercayaan bahwa mereka bermigrasi secara ilegal dari Bangladesh,
walaupun banyak keluarga telah berada di Myanmar selama berabad-abad.
Wirathu juga mengecam kelompok-kelompok bantuan internasional dan
menuduh mereka telah memberikan bantuan kepada gerilyawan Rohingya.
Tuduhan tersebut beredar luas di media sosial. (kiblat)
0 Response to "Buddha Myanmar Desak Militer Lebih Tegas Lagi terhadap Rohingya"
Post a Comment