Pemerintah Sri Lanka pada Sabtu (29/7) waktu setempat menandatangani
kesepakatan senilai triliunan dolar AS untuk membiarkan BUMN Cina
mengambil alih pelabuhan di negara tersebut. Pembicaraan mengenai
penjualan aset milik Pemerintah Sri Lanka tersebut sudah berlangsung
lama, sejak negara tersebut diketahui tidak memiliki kemampuan finansial
untuk membayar utangnya ke pihak Cina.
Penjualan 70 persen saham atau senilai 1,1 triliun dolar AS di
Pelabuhan Hambantota ini dibenarkan oleh Menteri Perhubungan Sri Lanka
Mahinda Samarasinghe. Penjualan saham pelabuhan ke BUMN Cina, China
Merchants Port Holdings, ini mendapat penolakan dari serikat pekerja
industri. Mereka bahkan akan melakukan aksi mogok kerja mulai pekan ini
untuk menentang penjualan tersebut.
"Kami telah menghadapi tekanan geopolitik," kata Menteri Samarasinghe pada acara penandatanganan kesepakatan di Kolombo seperti dilansir Arabnews, Ahad (30/7).
"Pihak (investor) Cina telah merima semuanya dalam perjanjian ini, dan akan beroperasi di bawah hukum Sri Lanka," ujarnya menambahkan.
Sementara negosiasi dengan serikat buruh dan partai politik di Sri Lanka akan dilakukan dalam satu bulan ke depan.
Menteri Samarasinghe mgatakan pekan ini bahwa keputusan Sri Lanka untuk menjual pelabuhan ke investor Cina ini telah menimbulkan kekhawatiran sejumlah negara, seperti India dan Amerika Serikat (AS). Baik India maupun AS khawatir bahwa penguasaan Cina atas pelabuhan di Sri Lanka ini akan memberikan keuntungan bagi angkatan laut Cina di Samudera Hindia.
Namun, kekhawatiran tersebut ditepis oleh Samarasinghe. Ia mengatakan, Pelabuhan Hambantota yang berada 240 kilometer di selatan Kolombo, tidak akan menjadi pangkalan militer untuk negara lain.
Selain itu, kata dia, sesuai perjanjian, China Merchants hanya akan beroperasi terminal laut utama di Kolombo untuk mengakomodir lalu lintas kontainer di dunia.
Wakil Presiden Eksekutif China Merchants Hu Jianhua mengatakan, Pelabuhan Hambantota akan menjadi pintu gerbang bagi perusahaan untuk memperluas jangkauan pasar di Asia Selatan dan Afrika.
"Sri Lanka akan diposisikan secara baik untuk memainkan peran strategis dalam inisiatif one belt one road yang digagas pemerintah Cina," kata Hu. (Republika)
"Kami telah menghadapi tekanan geopolitik," kata Menteri Samarasinghe pada acara penandatanganan kesepakatan di Kolombo seperti dilansir Arabnews, Ahad (30/7).
"Pihak (investor) Cina telah merima semuanya dalam perjanjian ini, dan akan beroperasi di bawah hukum Sri Lanka," ujarnya menambahkan.
Sementara negosiasi dengan serikat buruh dan partai politik di Sri Lanka akan dilakukan dalam satu bulan ke depan.
Menteri Samarasinghe mgatakan pekan ini bahwa keputusan Sri Lanka untuk menjual pelabuhan ke investor Cina ini telah menimbulkan kekhawatiran sejumlah negara, seperti India dan Amerika Serikat (AS). Baik India maupun AS khawatir bahwa penguasaan Cina atas pelabuhan di Sri Lanka ini akan memberikan keuntungan bagi angkatan laut Cina di Samudera Hindia.
Namun, kekhawatiran tersebut ditepis oleh Samarasinghe. Ia mengatakan, Pelabuhan Hambantota yang berada 240 kilometer di selatan Kolombo, tidak akan menjadi pangkalan militer untuk negara lain.
Selain itu, kata dia, sesuai perjanjian, China Merchants hanya akan beroperasi terminal laut utama di Kolombo untuk mengakomodir lalu lintas kontainer di dunia.
Wakil Presiden Eksekutif China Merchants Hu Jianhua mengatakan, Pelabuhan Hambantota akan menjadi pintu gerbang bagi perusahaan untuk memperluas jangkauan pasar di Asia Selatan dan Afrika.
"Sri Lanka akan diposisikan secara baik untuk memainkan peran strategis dalam inisiatif one belt one road yang digagas pemerintah Cina," kata Hu. (Republika)
amazing news
ReplyDeleteI will share it