Muhammadiyah Multimedia Kine Klub Kemas sejarah Pigama Jakarta dalam film dokumenter “Toedjoeh Kata”, pemutaran perdana film doku-drama mengenai kiprah Ki Bagus Hadikusumo di Piagam Jakarta diputar Rabu, 17 Mei 2017 Auditorium IFI-LIP Jalan Sagan No. 3, Jogja. Film ini berkisah dan menyoroti tragedi pencoretan 7 kata di Piagam Jakarta.
Pemutaran terbaru dari film ini dilakukan di di Masjid Abu Bakar As-Shidiq, Jl Otista Raya, Jakarta Timur, bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan, Kamis (17/08/2017).
Sebelumnya, “Toedjoeh Kata” telah meraih juara 2 pada lomba doku-drama dalam Pekan Seni PTM ke 3, Jakarta, 11 Mei 2017. Menjadi sangat berbobot sebab film ini juga merangkum testimoni dari keluarga Ki Bagus Hadikusimo dengan dikuati analisa historis dari Dr. Tiar Anwar Bachtiar selaku sejarawan yang aktif di INSISTS sekaligus pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)hal ini tidak lepad dari kontribusi komunitas Teras Dakwah yang menghadirkan kajian JIB di Jogja. Usai pemutaran di Jogja, rencananya film “Toedjoeh Kata” akan diputar pula di kota lain melalui kerjasama dengan Jejak Islam untuk Bangsa (JIB).
Film dokumenter yang menyoroti tragedi pencoretan 7 kata di Piagam Jakarta ini lebih dari sekadar merangkai kronologi yang dialami oleh Ki Bagus dan Kasman Singodimejo pada peristiwa itu. “Toedjoeh Kata” juga merangkum kesaksian dari keturunan Ki Bagus dan kajian dari sejarawan pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB).
Dalam sejarah perfileman, film ini terbilang film pertama dalam sejarah Indonesia yang mengungkap peristiwa di balik pengubahan Piagam Jakarta pada Agustus 1945. Toedjoeh Kata diharapkan dapat memberi kontribusi berarti bagi dokumentasi perjuangan umat Islam di Indonesia, sekaligus memberi motivasi bagi generasi kini untuk meneladani cita-cita para ulama pendahulu.
Bayu Seto selaku sutradara memberikan penjelasan cukup gamblang. Mengenai proses riset yang bukan tanpa kendala tetapi sanggup dijalani dengan ketekunan menggali referensi literatur secara mendalam. Ia juga tidak memungkiri bahwa tema yang diangkat memiliki relevansi dengan krisis pluralitas yang terjadi saat ini, namun adanya kesan bahwa ummat Islam dirugikan dalam peristiwa ini apa adanya dengan bersumber riset. Di kesempatan itu Bayu juga ungkapkan bahwa kurangnya upaya penokohan pejuang Islam selama ini menjadi motivasinya mengangkat sosok Ki Bagus ke dalan film. Poin penting yang disampaikan Bayu ini bisa digarisbawahi sebagai kepedulian dan keberpihakan generasi muslim di era milllenial untuk melestarikan keteladanan para ulama pendahulu yang berjuang dari era kolonial. Kesadaran mahasiswa akan pentingnya sejarah ini layak mendapat apresiasi.
Dari rangkaian diskusi ini dapat terlihat bahwa sebagian penonton ternyata cukup terkejut dengan narasi historiografi yang telah tersaji melalui film ini, karena memang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya dalam pelajaran sejarah di sekolah atau kuliah. Disinilah film ini mampu memberi kontribusi guna membuka wawasan generasi muda untuk menyadari pentingnya mengungkap fakta sejarah yang selama ini tersembunyi, sehingga refleksi masa silam bisa menjadi proyeksi masa kini dan masa depan.
Berikut trailer filmnya.
(Sabilillah/Hidayatullah
Pemutaran terbaru dari film ini dilakukan di di Masjid Abu Bakar As-Shidiq, Jl Otista Raya, Jakarta Timur, bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan, Kamis (17/08/2017).
Sebelumnya, “Toedjoeh Kata” telah meraih juara 2 pada lomba doku-drama dalam Pekan Seni PTM ke 3, Jakarta, 11 Mei 2017. Menjadi sangat berbobot sebab film ini juga merangkum testimoni dari keluarga Ki Bagus Hadikusimo dengan dikuati analisa historis dari Dr. Tiar Anwar Bachtiar selaku sejarawan yang aktif di INSISTS sekaligus pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)hal ini tidak lepad dari kontribusi komunitas Teras Dakwah yang menghadirkan kajian JIB di Jogja. Usai pemutaran di Jogja, rencananya film “Toedjoeh Kata” akan diputar pula di kota lain melalui kerjasama dengan Jejak Islam untuk Bangsa (JIB).
Film dokumenter yang menyoroti tragedi pencoretan 7 kata di Piagam Jakarta ini lebih dari sekadar merangkai kronologi yang dialami oleh Ki Bagus dan Kasman Singodimejo pada peristiwa itu. “Toedjoeh Kata” juga merangkum kesaksian dari keturunan Ki Bagus dan kajian dari sejarawan pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB).
Dalam sejarah perfileman, film ini terbilang film pertama dalam sejarah Indonesia yang mengungkap peristiwa di balik pengubahan Piagam Jakarta pada Agustus 1945. Toedjoeh Kata diharapkan dapat memberi kontribusi berarti bagi dokumentasi perjuangan umat Islam di Indonesia, sekaligus memberi motivasi bagi generasi kini untuk meneladani cita-cita para ulama pendahulu.
Mahasiswa Sanata Dharma Pertanyakan Motivasi Pembuatan Film
Usai pemutaran film “Toedjoeh Kata”, diadakan sesi diskusi antara sutradara dengan penonton. Pada sesi ini sutradara film, Bayu Seto, sempat mendapat sejumlah pertanyaan cukup kritis dari penonton. Diantaranya penonton yang bertanya dari mahasiswa UGM mengenai riset, referensi, dan narasumber terkait sejarah konstitusi yang diungkap dalam film ini. Kemudian ada pula mahasiswa dari kampus Sanata Dharma yang mempertanyakan tujuan pembuatan film dan kecenderungannya pada golongan tertentu. Kemudian penanya dari UMS yang ingin mengetahui relevansi antara tema film yang diangkat dengan kasus penodaan agama yang telah menimbulkan kegaduhan di Indonesia belakangan ini.Bayu Seto selaku sutradara memberikan penjelasan cukup gamblang. Mengenai proses riset yang bukan tanpa kendala tetapi sanggup dijalani dengan ketekunan menggali referensi literatur secara mendalam. Ia juga tidak memungkiri bahwa tema yang diangkat memiliki relevansi dengan krisis pluralitas yang terjadi saat ini, namun adanya kesan bahwa ummat Islam dirugikan dalam peristiwa ini apa adanya dengan bersumber riset. Di kesempatan itu Bayu juga ungkapkan bahwa kurangnya upaya penokohan pejuang Islam selama ini menjadi motivasinya mengangkat sosok Ki Bagus ke dalan film. Poin penting yang disampaikan Bayu ini bisa digarisbawahi sebagai kepedulian dan keberpihakan generasi muslim di era milllenial untuk melestarikan keteladanan para ulama pendahulu yang berjuang dari era kolonial. Kesadaran mahasiswa akan pentingnya sejarah ini layak mendapat apresiasi.
Dari rangkaian diskusi ini dapat terlihat bahwa sebagian penonton ternyata cukup terkejut dengan narasi historiografi yang telah tersaji melalui film ini, karena memang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya dalam pelajaran sejarah di sekolah atau kuliah. Disinilah film ini mampu memberi kontribusi guna membuka wawasan generasi muda untuk menyadari pentingnya mengungkap fakta sejarah yang selama ini tersembunyi, sehingga refleksi masa silam bisa menjadi proyeksi masa kini dan masa depan.
Berikut trailer filmnya.
(Sabilillah/Hidayatullah
0 Response to "Inilah Film 'Toedjoeh Kata' yang Mengangkat Sejarah Piagam Jakarta"
Post a Comment