Ketua Majelis Hakim kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik
(KTP-el) John Halasan Sibutar-butar menyayangkan sikap Jaksa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), sebab tidak menyertakan surat keterangan
untuk membantarkan terdakwa Irman ke RSPAD Gatot Subroto, pada Kamis
(6/7).
"Kenyataan yang bersangkutan dibawa meninggalkan tahanan harusnya diberitahukan ke Majelis Hakim karena harus diperhitungkan nanti apakah dibantarkan atau tidak disepakati harusnya begitu ada berobat wajib lapor hakim mudah-mudahan keterlibatan pelaporan dapat segera diatasi," ujar John di ruang sidang utama Pengadilan Tipikor, Senin (10/7). Sebagsimana diberitakan Republika.
Mendengar pernyataan Hakim, Jaksa KPK, Wawan Yunawarnto mengaku sudah memberikan surat keterangan dokter KPK kepada panitera.
"Setelah dari dokter KPK untuk berobat keluar kami sudah sampaikan ke pengadilan melalui panitera dengan surat yang dikeluarkan," jelasnya.
"Saya sudah lihat tapi bukan hanya soal kondisi kesehatan sat itu tapi mengenai sikap untuk ambil keputusan meninggalkan rumah tahanan harus ada penjelasan yang tuntas jadi harus dengan surat jadi pada kesempatan berikut semuanya sudah dilampirkan sekali lagi kita harus tetapkan tegas bagaimana nasib selama masih di rutan," jawab John saat mendengar pernyataan Wawan.
Akhirnya Majelis Hakim pun menunda persidangan hingga Rabu (12/7). Usai persidangan, Wawan menjelaskan kondisi dari Irman. Menurut informasi dari dokter KPK yang ia dapat, Irman mengalami diare dengan kondisi yang sangat parah.
"Irman mengalami muntaber dan dengan kondisi yang sangat parah sehingga Kamis pagi pagi dokter KPK merujuk ke rumah sakit," jelas Wawan.
Setelah diobservasi, dokter menyatakan bahwa Irman harus rawat inap di RSPAD Gatot Subroto sejak Kamis (6/7) lalu. Sampai saat ini, dokter juga belum bisa memastikan kapan Irman harus menjalani istirahat total.
"Yang jelas tadi pagi yang bersangkutan masih ada keluhan di lambung," tuturnya.
Namun, belum diketahui secara pasti penyebab diare serta sakit lambung yang diderita Irman.
"Penyebabnya muntaber belum tahu, belum dapat surat resmi dari dokter. Kalau untuk makanan setiap tahanan di KPK setiap makan diseleksi, cuma kan kita tidam tahu apakah ini makanan dari luar atau dari pihak lain," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut Wawan juga menegaskan pihaknya sudah menyampaikan surat rujukan dokter KPK ke Majelis Hakim melalui panitera.
"Sudah kami sampaikan, dan karena setiap tahanan yang di luar ke tahanan dirawat itu harus dibantarkan, maka kita minta penetapan pembantaran, cuma belum adanya surat dokter bahwa dia harus dibantar sampai berapa lama. Itu yang sehingga dari hakim belum mengeluarkan penetapan," jelasnya.
Wawan menambahkan, saat ini, Irman dirawat dengan penjagaan yang cukup ketat dengan pengawalan dari empat petugas pengamanan dari KPK. Irman dan Sugiharto, masing-masing dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh jaksa KPK. Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda.
Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura. Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Keduanya juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.
"Kenyataan yang bersangkutan dibawa meninggalkan tahanan harusnya diberitahukan ke Majelis Hakim karena harus diperhitungkan nanti apakah dibantarkan atau tidak disepakati harusnya begitu ada berobat wajib lapor hakim mudah-mudahan keterlibatan pelaporan dapat segera diatasi," ujar John di ruang sidang utama Pengadilan Tipikor, Senin (10/7). Sebagsimana diberitakan Republika.
Mendengar pernyataan Hakim, Jaksa KPK, Wawan Yunawarnto mengaku sudah memberikan surat keterangan dokter KPK kepada panitera.
"Setelah dari dokter KPK untuk berobat keluar kami sudah sampaikan ke pengadilan melalui panitera dengan surat yang dikeluarkan," jelasnya.
"Saya sudah lihat tapi bukan hanya soal kondisi kesehatan sat itu tapi mengenai sikap untuk ambil keputusan meninggalkan rumah tahanan harus ada penjelasan yang tuntas jadi harus dengan surat jadi pada kesempatan berikut semuanya sudah dilampirkan sekali lagi kita harus tetapkan tegas bagaimana nasib selama masih di rutan," jawab John saat mendengar pernyataan Wawan.
Akhirnya Majelis Hakim pun menunda persidangan hingga Rabu (12/7). Usai persidangan, Wawan menjelaskan kondisi dari Irman. Menurut informasi dari dokter KPK yang ia dapat, Irman mengalami diare dengan kondisi yang sangat parah.
"Irman mengalami muntaber dan dengan kondisi yang sangat parah sehingga Kamis pagi pagi dokter KPK merujuk ke rumah sakit," jelas Wawan.
Setelah diobservasi, dokter menyatakan bahwa Irman harus rawat inap di RSPAD Gatot Subroto sejak Kamis (6/7) lalu. Sampai saat ini, dokter juga belum bisa memastikan kapan Irman harus menjalani istirahat total.
"Yang jelas tadi pagi yang bersangkutan masih ada keluhan di lambung," tuturnya.
Namun, belum diketahui secara pasti penyebab diare serta sakit lambung yang diderita Irman.
"Penyebabnya muntaber belum tahu, belum dapat surat resmi dari dokter. Kalau untuk makanan setiap tahanan di KPK setiap makan diseleksi, cuma kan kita tidam tahu apakah ini makanan dari luar atau dari pihak lain," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut Wawan juga menegaskan pihaknya sudah menyampaikan surat rujukan dokter KPK ke Majelis Hakim melalui panitera.
"Sudah kami sampaikan, dan karena setiap tahanan yang di luar ke tahanan dirawat itu harus dibantarkan, maka kita minta penetapan pembantaran, cuma belum adanya surat dokter bahwa dia harus dibantar sampai berapa lama. Itu yang sehingga dari hakim belum mengeluarkan penetapan," jelasnya.
Wawan menambahkan, saat ini, Irman dirawat dengan penjagaan yang cukup ketat dengan pengawalan dari empat petugas pengamanan dari KPK. Irman dan Sugiharto, masing-masing dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh jaksa KPK. Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda.
Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura. Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Keduanya juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.
0 Response to "Sepihak Putuskan Bantarkan Terdakwa ke RS, Hakim Sayangkan Sikap Jaksa KPK"
Post a Comment