Kasus dugaan pesan singkat bernada ancaman yang menyeret pengusaha Hary Tanoesoedibjo menjadi tersangka, bermula dari SMS gelap
yang dianggap bernada ancaman terhadap jaksa Yulianto.
Jaksa Yulianto menerima pesan singkat dari nomor yang tak ia kenal pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.
Isi pesan versi yang diterima Yulianto berbunyi, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Mulanya, Yulianto mengabaikan pesan tersebut. Namun, pesan serupa dengan tambahan sejumlah kalimat kembali menghampiri ponsel Yulianto pada 7 dan 9 Januari 2016. Kali ini, pesan tersebut dikirimkan melalui aplikasi tukar pesan, WhatsApp.
Tambahan pesan yang dikirim dari nomor ponsel yang sama itu berbunyi, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju."
Setelah ditelusuri, Yulianto meyakini bahwa pesan singkat itu dikirim oleh Hary. Dia pun langsung melaporkan Hary ke Siaga Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Pengacara Hary Tanoe melalui, Hotman Paris Hutapea, mempersoalkan penetapan tersangka kasus SMS gelap yang dianggap bernada ancaman terhadap jaksa Yulianto.
Hotman menilai dasar sangkaan yang dituduhkan kepada Hary tidak relevan. Dia menyebut pesan singkat yang dikirim kliennya sama sekali tidak memuat ancaman.
"Isi SMS Hary Tanoe bersifat umum dan idealis. Tidak mengancam seseorang," ujar Hotman melalui keterangan tertulis, Jumat (23/6).
Polisi menjerat Hary Tanoe dengan Pasal 29 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008.
Pasal tersebut berbunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".
Menurut Hotman, pasal yang digunakan polisi untuk menjerat kliennya tersebut memuat syarat mutlak apabila "informasi elektronik" berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara khusus "kepada pribadi tertentu".
Syarat tersebut, kata Hotman, tidak terpenuhi lantaran inti dari SMS yang dikirim oleh Hary Tanoe berbunyi, "Apabila saya pimpinan negeri ini, maka disitulah saatnya Indonesia akan diubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya".
"Jadi Hary Tanoe dalam SMS tidak pernah menyebut Jaksa Julianto sebagai 'yang salah', dan tidak pernah menyebut sebagai 'yang tidak bersih'," kata Hotman.
Hotman mengatakan pihaknya kini dalam posisi menunggu. "Apakah benar terjadi "dugaan penganiyaan hukum" bermotifkan politik oleh lawan-lawan politisi dan oknum pimpinan partai yang kebetulan dekat dengan kekuasaan sekarang ini," ujar dia.
Mabes Polri sebelumnya telah memastikan Hary Tanoe telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan SMS ancaman kepada jaksa Yulianto.
Penetapan tersangka untuk Hary Tanoe dibarengi dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diserahkan kepolisian ke kejaksaan.
"SPDP diterbitkan sebagai tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di gedung Divisi Humas, Mabes Polri.
Laporan Polisi (LP) Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Hary pun melaporkan balik Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan Yulianto ke Bareskrim. Laporan itu dibuat karena Prasetyo dan Yulianto menyebut pesan singkat Hary kepada Yulianto adalah ancaman.
Hary melaporkan keduanya dengan sangkaan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Fitnah, dan Keterangan Palsu serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Jaksa Yulianto menerima pesan singkat dari nomor yang tak ia kenal pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.
Isi pesan versi yang diterima Yulianto berbunyi, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Mulanya, Yulianto mengabaikan pesan tersebut. Namun, pesan serupa dengan tambahan sejumlah kalimat kembali menghampiri ponsel Yulianto pada 7 dan 9 Januari 2016. Kali ini, pesan tersebut dikirimkan melalui aplikasi tukar pesan, WhatsApp.
Tambahan pesan yang dikirim dari nomor ponsel yang sama itu berbunyi, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju."
Setelah ditelusuri, Yulianto meyakini bahwa pesan singkat itu dikirim oleh Hary. Dia pun langsung melaporkan Hary ke Siaga Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Pengacara Hary Tanoe melalui, Hotman Paris Hutapea, mempersoalkan penetapan tersangka kasus SMS gelap yang dianggap bernada ancaman terhadap jaksa Yulianto.
Hotman menilai dasar sangkaan yang dituduhkan kepada Hary tidak relevan. Dia menyebut pesan singkat yang dikirim kliennya sama sekali tidak memuat ancaman.
"Isi SMS Hary Tanoe bersifat umum dan idealis. Tidak mengancam seseorang," ujar Hotman melalui keterangan tertulis, Jumat (23/6).
Polisi menjerat Hary Tanoe dengan Pasal 29 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008.
Pasal tersebut berbunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".
Menurut Hotman, pasal yang digunakan polisi untuk menjerat kliennya tersebut memuat syarat mutlak apabila "informasi elektronik" berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara khusus "kepada pribadi tertentu".
Syarat tersebut, kata Hotman, tidak terpenuhi lantaran inti dari SMS yang dikirim oleh Hary Tanoe berbunyi, "Apabila saya pimpinan negeri ini, maka disitulah saatnya Indonesia akan diubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya".
"Jadi Hary Tanoe dalam SMS tidak pernah menyebut Jaksa Julianto sebagai 'yang salah', dan tidak pernah menyebut sebagai 'yang tidak bersih'," kata Hotman.
Hotman mengatakan pihaknya kini dalam posisi menunggu. "Apakah benar terjadi "dugaan penganiyaan hukum" bermotifkan politik oleh lawan-lawan politisi dan oknum pimpinan partai yang kebetulan dekat dengan kekuasaan sekarang ini," ujar dia.
Mabes Polri sebelumnya telah memastikan Hary Tanoe telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan SMS ancaman kepada jaksa Yulianto.
Penetapan tersangka untuk Hary Tanoe dibarengi dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diserahkan kepolisian ke kejaksaan.
"SPDP diterbitkan sebagai tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di gedung Divisi Humas, Mabes Polri.
Laporan Polisi (LP) Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Hary pun melaporkan balik Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan Yulianto ke Bareskrim. Laporan itu dibuat karena Prasetyo dan Yulianto menyebut pesan singkat Hary kepada Yulianto adalah ancaman.
Hary melaporkan keduanya dengan sangkaan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Fitnah, dan Keterangan Palsu serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
0 Response to "Inilah Isi SMS yang Jadikan Hary Tanoe Tersangka, Pengacara Heran di Mana Ancamannya"
Post a Comment