Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Indonesia di
Pulau Papua. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini
dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).
Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini
dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya
kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang
tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun
2002.
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun 2003,
disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur),
Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap
memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat
(setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi
wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Statistik Papua
Area
|
|
- Total
luas
|
309.934,4 km2
|
Populasi
|
|
- Total
|
2.833.381
|
Pemerintahan
|
|
- Gubernur
|
Lukas Enembe
|
- Wagub
|
Klemen Tinal
|
- Ketua
DPRD
|
Yunus Wonda
|
Sekda
|
Titus Emanuel
Adopehan Herry Dosinaen
|
Kabupaten
|
28
|
Kota
|
1
|
Distrik
|
214
|
APBD
|
|
- DAU
|
Rp1.889.267.850.000
|
Demografi
|
|
- Penduduk
|
Papua (52%), Pendatang (48%) (2002)
|
- Agama
|
Protestan
(65.5%), Katolik (17.7%), Islam (15.9%), Hindu (0.08%), Budha (0.05%)
|
- Bahasa
|
Bahasa
Indonesia dan 268 Bahasa Daerah
|
Kabupaten/ Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Pusat pemerintahan
|
1
|
Kabupaten
Asmat
|
Agats
|
2
|
Kabupaten
Biak Numfor
|
Biak
|
3
|
Kabupaten
Boven Digoel
|
Tanah Merah
|
4
|
Kabupaten Deiyai
|
Tigi
|
5
|
Kabupaten
Dogiyai
|
Kigamani
|
6
|
Kabupaten
Intan Jaya
|
Sugapa
|
7
|
Kabupaten
Jayapura
|
Sentani
|
8
|
Kabupaten
Jayawijaya
|
Wamena
|
9
|
Kabupaten
Keerom
|
Waris
|
10
|
Kabupaten
Kepulauan Yapen
|
Serui
|
11
|
Kabupaten
Lanny Jaya
|
Tiom
|
12
|
Kabupaten
Mamberamo Raya
|
Burmeso
|
13
|
Kabupaten
Mamberamo Tengah
|
Kobakma
|
14
|
Kabupaten
Mappi
|
Kepi
|
15
|
Kabupaten
Merauke
|
Merauke
|
16
|
Kabupaten
Mimika
|
Timika
|
17
|
Kabupaten
Nabire
|
Nabire
|
18
|
Kabupaten
Nduga
|
Kenyam
|
19
|
Kabupaten Paniai
|
Enarotali
|
20
|
Kabupaten
Pegunungan Bintang
|
Oksibil
|
21
|
Kabupaten
Puncak
|
Ilaga
|
22
|
Kabupaten
Puncak Jaya
|
Kotamulia
|
23
|
Kabupaten
Sarmi
|
Sarmi
|
24
|
Kabupaten
Supiori
|
Sorendiweri
|
25
|
Kabupaten
Tolikara
|
Karubaga
|
26
|
Kabupaten
Waropen
|
Botawa
|
27
|
Kabupaten
Yahukimo
|
Sumohai
|
28
|
Kabupaten
Yalimo
|
Elelim
|
29
|
Kota Jayapura
|
Jayapura
|
Pulau Papua
Papua memiliki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus karena terdiri atas lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke selatan.
Papua sendiri menggambarkan sejarah masa lalu Indonesia, karena tercatat bahwa selama abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Palembang, Sumatera Selatan, mengirimkan persembahan kepada kerajaan Tiongkok. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cenderawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu itu dikenal sebagai ‘Janggi’.
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama, Papua juga termasuk kedalam wilayah kerajaan Majapahit (1293-1520). Selain tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat oleh pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam wilayah kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun pada tahun 1365.
Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, hal itu menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas dari jaringan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di bawah kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit.
Selama berabad-abad dalam paruh pertama milenium kedua, telah terjalin hubungan yang intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar kontak perdagangan yang bersifat sporadis antara penduduk Papua dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat.
Selama kurun waktu tersebut, orang-orang dari pulau terdekat yang kemudian datang dan menjadi bagian dari Indonesia yang modern, menyatukan berbagai keragaman yang terserak di dalam kawasan Papua. Hal ini tentunya membutuhkan interaksi yang cukup intens dan waktu yang tidak sebentar agar para penduduk di Papua bisa belajar bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, apalagi mengingat keanekaragaman bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963, dari sekitar 700.000 populasi penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka berbicara dalam 200 macam bahasa yang berbeda dan tidak dipahami antara satu dengan yang lainnya.
Beragamnya bahasa di antara sedikitnya populasi penduduk tersebut diakibatkan oleh terbentuknya kelompok-kelompok yang diisolasi oleh perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya selama berabad-abad karena kepadatan hutan dan juga jurang yang curam yang sulit untuk dilalui yang memisahkan mereka. Oleh karena itu, sekarang ini ada 234 bahasa pengantar di Papua, dua dari bahasa kedua tanpa pembicara asli. Banyak dari bahasa ini hanya digunakan oleh 50 penutur atau kurang. Beberapa golongan kecil sudah punah, seperti Tandia, yang hanya digunakan oleh dua pembicara dan Mapia yang hanya digunakan oleh satu pembicara.
Sekarang ini bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa pengantar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan merupakan bahasa di dalam melakukan berbagai transaksi. Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu, versi pasar.
Pada tahun 1545, pelaut asal spanyol Inigo Ortiz de Retes
memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya
menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit
hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi
Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea
Baru.
Nama Papua dan Nueva Guinea dipertahankan hampir dua abad
lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw Guinea dari Belanda, dan kedua nama
tersebut terkenal secara luas diseluruh dunia, terutama pada abad ke-19.
Penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua dan sementara nama Nieuw Guinea
mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama tersebut tampak pada peta dunia
sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di negara-negara Eropa.
Pada tahun 1956, Belanda kembali mengubah nama Papua dari
Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut lebih
bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua dari Indonesia
pada zaman itu.
Pada tahun 1950-an oleh Residen JP Van Eechoud
dibentuklah sekolah Bestuur. Di sana ia menganjurkan dan memerintahkan
Admoprasojo selaku Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk membentuk dewan
suku-suku. Di dalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah
dan budaya Papua, termasuk mengganti nama pulau Papua dengan sebuah nama
lainnya.
Tindak lanjutnya, berlangsung pertemuan di Tobati,
Jayapura. Di dalam turut dibicarakan ide penggantian nama tersebut, juga
dibentuk dalam sebuah panitia yang nantinya akan bertugas untuk menelusuri
sebuah nama yang berasal dari daerah Papua dan dapat diterima oleh seluruh suku
yang ada.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil
sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur
dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian.
Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah,
"an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa
pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui,
"Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian
artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya
ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian
adalah bangsa yang diangkat tinggi.
Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo
yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui
pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama
Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian.
Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik.
Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali
mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya
Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972,
hal. 107-108).
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, dan semakin
terpojoknya Belanda oleh dunia internasional dalam rangka mempertahankan Papua
dalam wilayah jajahannya, pada 1 Desember 1961, Belanda membentuk negara boneka
Papua. Pada tanggal tersebut Belanda memerintahkan masyarakat Papua untuk
mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka
menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority
(UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act free choice
di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New Guinea/West
Irian.
Berikutnya, nama Irian diganti menjadi Irian Barat secara
resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini dikembalikan dari Kerajaan Belanda ke
dalam pangkuan Negara republik Indonesia. Pada tahun 1967, kontrak kerja sama
PT Freeport Mc Morran dengan pemerintah Indonesia dilangsungkan. Dalam kontrak
ini Freeport gunakan nama Irian Barat, padahal secara resmi Papua belum resmi
jadi bagian Indonesia.
Dunia internasional mengakui secara sah bahwa Papua
adalah bagian Negara Indonesia setelah dilakukannya Penentuan Pendapat Rakyat
(PEPERA) tahun 1969.
Dan kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan
peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden
Soeharto menjadi nama Irian Jaya.
Memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut
penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi
permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan
Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari
tanggal 1 Januari 2000, dia memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya saat itu diubah
namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kerajaan Tidore pada tahun
1400-an.
Sumber: Wikipedia
0 Response to "Mengenal Provinsi Papua"
Post a Comment