Jauh sebelum kasus Penistaan Agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sudah banyak kasus penistaan agama yang diproses hukum dan dijatuhi pidana kepada pelakunya. Berikut sejumlah kasus tersebut.
Kasus Arswendo Atmowiloto
di era pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1990 umat muslim digegerkan dengan angket yang menghina Nabi Muhammad SAW. Tabloid Monitor yang dikomandoi pimpinan Arswendo Atmowiloto edisi 15 Oktober 1990mengeluarkan hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta”. Menurut hasil jajak pendapat itu, yang paling dikagumi pembaca Monitor adalah Soeharto di urutan teratas, disusul BJ Habibie, Soekarno, dan musisi Iwan Fals di tempat ke-4. Arswendo di peringkat 10, sedangkan Nabi Muhammad berada satu tingkat di bawahnya, nomor 11.
Hasil poling yang tidak jelas ini membuat umat Islam di Indonesia marah. Arswendo dituding melecehkan Islam. Pada 17 Oktober 1990, massa datang sporadis, meneriakkan hujatan kepada Arswendo. Para pendemo membakar habis patung Arswendo yang dibuat dari kertas tabloid Monitor dengan iringan teriakan “Allahu Akbar”.
Pada 22 Oktober 1990 massa mengepung kantor Monitor. Mereka melempari kantor, menerobos ruang redaksi, mengaduk-aduk arsip, menghantam komputer, serta menjungkirbalikkan kursi dan meja.
Organ-organ berbasis angkatan muda Islam, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (MUI) dan Pemuda Muhamadiyah berada di garis depan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketika itu, KH Hasan Basri, menyerukan kecaman.
“Angket yang dimuat Monitor telah menjurus ke hal SARA. Keyakinan adalah hal yang sangat hakiki, tidak boleh dibuat suatu gurauan!” tandasnya.
Kai sejuta umatZainuddin MZ, juga bereaksi keras. “Adanya kasus Monitor tampaknya mengganggu kerukunan beragama yang selama ini terbina,” ucapnya dengan nada tinggi
Sebelum lebih runyam, Arswendo minta bantuan budayawan Emha Ainun Nadjib yang akrab dipanggil Cak Nun. Cak Nun angkat tangan dengan alasan massa bukan hanya dari basisnya di Jawa Timur, tapi juga dari tempat-tempat lain.
Arswendo kelabakan, berlindung ke kepolisian, dan memohon maaf secara terbuka, “Saya minta maaf. Sedikit pun saya tidak bermaksud menyengsarakan saudara-saudara semua.”
Ia juga menyatakan penyesalannya. “Tanpa ada yang memberi tahu pun, harusnya sudah tahu. Nyatanya saya bego. Sangat bego. Jahilun.”
Penyesalan tidaklah cukup. Pemimpin Redaksi Monitor itu diproses secara hukum. Ia dibui empat tahun. Monitor pun dilarang terbit. Pada 23 Oktober 1990 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) nomor 194/1984 dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko. Ironisnya, Harmoko adalah pemilik saham Monitor sebesar 30%.
Permadi Sebut Nabi Muhammad Diktator
Empat tahun setelah kasus Monitor, umat Islam kembali dibuat heboh oleh pernyataan paranormal Permadi yang menghujat Nabi Muhammad. Dalam Panel Forum Lembaga Kepresidenan di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), 28 April 1994, Permadi menyebut Nabi Muhammad sebagai seorang diktator.
Pernyataan paranormal yang gemar berpakaian serba hitam itu menimbulkan kemarahan umat Islam. Aksi unjuk rasa menuntut Permadi ditangkap polisi merebak di berbagai daerah. Akhirnya Permadi diproses secara hukum dengan tuduhan menghina agama Islam.
Lia Aminuddin
Nama Syamsuriati alias Lia Aminuddin alias Lia Eden sempat heboh di awal tahun 2000-an.
Lia yang mengaku sebagai pemimpin ajaran Tahta Suci Kerajaan Tuhan itu
dua kali dipenjara karena penodaan agama. Kasus pertama adalah ketika
dia menyerukan penghapusan seluruh agama. Lia akhirnya dijatuhi hukuman penjara 2 tahun 6 bulan pada tahun 2006.
Seolah tak kapok, Lia kembali mengulangi perbuatannya. Kali ini, dia menyebarkan ratusan brosur yang berisi penistaan agama. Akibatnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Juni 2009 mengganjal Lia dengan hukuman penjara 2,5 tahun.
Penistaan Agama Hindu oleh Rusgiani
Rusgiani harus menjalani hukuman 14 bulan penjara setelah majelis hakim memutuskan perbuatannya dinyatakan penistaan agama. Rusgiani yang merupakan ibu rumah tangga menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.
Pernyataan Rusgiani bermula saat dirinya melewati rumah Ni Ketut Surati, di Gang Tresna Asih, Jalan Puri Gadung II, Jimbaran, Badung, pada 25 Agustus 2012. Saat di depan rumah itulah, Rusgiana menyebut canang tersebut najis.
Tajul Muluk
Kasus penistaan agama juga terjadi pada tahun 2012, pimpinan Syiah
Kabupaten Sampang, Tajul Muluk dianggap melakukan penodaan agama karena
menyatakan kitab suci Al-Quran yang beredar saat ini tidak orisinal.
Tajul kemudian divonis penjara 2 tahun penjara.
Antonius Bawengan
Di Temanggung, seorang pendeta bernama Antonius Richmond Bawengan
akhirnya divonis 5 tahun penjara karena dinilai melecehkan agama Islam
dan Katholik. Kasusnya terjadi pada 2010 saat dia menyebarkan pamflet dan buku anti
Bunda Maria. Parahnya, sang pendeta juga mengutip ayat Al Quran.
Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
Gafatar memiliki ribuan pengikut dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Mereka menetap di Kalimantan dan menggarap lahan kosong dengan bertani. Mereka membangun gubuk untuk ditempati beberapa kepala keluarga. Namun, ada juga yang menyewa rumah warga.
Aktivitas mereka tertutup bagi warga setempat. Namun, setelah kasus hilangnya dokter Rica Tri Handayani terbongkar, aktifitas Gafatar pun terbongkar. Gafatar diduga telah melakukan penistaan agama.
Gafatar diketahui oleh tim gabungan yang dikomandoi oleh Kejaksaan Agung merupakan metamorfosis dari ajaran al-Qaidah al-Islamiyah. Di mana ajaran tersebut dilarang sejak tahun 2007 karena diniliai sesat.
Selain metamorfosis dari al-Qaidah al-Islamiyah, MUI setidaknya menemukan tiga poin yang membuat Gafatar dinyatakan sesat, yaitu penokohan Musaddeq sebagai juru selamat setelah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Gafatar tidak mewajibkan pengikutnya menjalankan ibadah agama Islam yang sebenarnya.
MUI juga menemukan penafsiran ayat suci yang tidak sesuai akidah. Dalam ajaran Gafatar juga ditemukan pelafalan syahadat yang baru. Saat ini, kasus ini sudah diproses secara hukum. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan tiga tersangka yaitu Musaddeq yang mengaku sebagai nabi, Andre Cahya sebagai Presiden Negeri Karunia Semesta Alam dan Mafhul Muis Tumanurung selaku Wakil Presiden.
Ketiganya dijerat dengan pasal penistaan agama 156a KUHP, Pasal 110 tentang Pemufakatan untuk makar dan Pasal 64 tentang perbuatan berlanjut. Kini berkas ketiganya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung guna proses lebih lanjut.
Dihimpun dari berbagai sumber.
Kasus Arswendo Atmowiloto
di era pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1990 umat muslim digegerkan dengan angket yang menghina Nabi Muhammad SAW. Tabloid Monitor yang dikomandoi pimpinan Arswendo Atmowiloto edisi 15 Oktober 1990mengeluarkan hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta”. Menurut hasil jajak pendapat itu, yang paling dikagumi pembaca Monitor adalah Soeharto di urutan teratas, disusul BJ Habibie, Soekarno, dan musisi Iwan Fals di tempat ke-4. Arswendo di peringkat 10, sedangkan Nabi Muhammad berada satu tingkat di bawahnya, nomor 11.
Hasil poling yang tidak jelas ini membuat umat Islam di Indonesia marah. Arswendo dituding melecehkan Islam. Pada 17 Oktober 1990, massa datang sporadis, meneriakkan hujatan kepada Arswendo. Para pendemo membakar habis patung Arswendo yang dibuat dari kertas tabloid Monitor dengan iringan teriakan “Allahu Akbar”.
Pada 22 Oktober 1990 massa mengepung kantor Monitor. Mereka melempari kantor, menerobos ruang redaksi, mengaduk-aduk arsip, menghantam komputer, serta menjungkirbalikkan kursi dan meja.
Organ-organ berbasis angkatan muda Islam, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (MUI) dan Pemuda Muhamadiyah berada di garis depan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketika itu, KH Hasan Basri, menyerukan kecaman.
“Angket yang dimuat Monitor telah menjurus ke hal SARA. Keyakinan adalah hal yang sangat hakiki, tidak boleh dibuat suatu gurauan!” tandasnya.
Kai sejuta umatZainuddin MZ, juga bereaksi keras. “Adanya kasus Monitor tampaknya mengganggu kerukunan beragama yang selama ini terbina,” ucapnya dengan nada tinggi
Sebelum lebih runyam, Arswendo minta bantuan budayawan Emha Ainun Nadjib yang akrab dipanggil Cak Nun. Cak Nun angkat tangan dengan alasan massa bukan hanya dari basisnya di Jawa Timur, tapi juga dari tempat-tempat lain.
Arswendo kelabakan, berlindung ke kepolisian, dan memohon maaf secara terbuka, “Saya minta maaf. Sedikit pun saya tidak bermaksud menyengsarakan saudara-saudara semua.”
Ia juga menyatakan penyesalannya. “Tanpa ada yang memberi tahu pun, harusnya sudah tahu. Nyatanya saya bego. Sangat bego. Jahilun.”
Penyesalan tidaklah cukup. Pemimpin Redaksi Monitor itu diproses secara hukum. Ia dibui empat tahun. Monitor pun dilarang terbit. Pada 23 Oktober 1990 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) nomor 194/1984 dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko. Ironisnya, Harmoko adalah pemilik saham Monitor sebesar 30%.
Permadi Sebut Nabi Muhammad Diktator
Empat tahun setelah kasus Monitor, umat Islam kembali dibuat heboh oleh pernyataan paranormal Permadi yang menghujat Nabi Muhammad. Dalam Panel Forum Lembaga Kepresidenan di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), 28 April 1994, Permadi menyebut Nabi Muhammad sebagai seorang diktator.
Pernyataan paranormal yang gemar berpakaian serba hitam itu menimbulkan kemarahan umat Islam. Aksi unjuk rasa menuntut Permadi ditangkap polisi merebak di berbagai daerah. Akhirnya Permadi diproses secara hukum dengan tuduhan menghina agama Islam.
Lia Aminuddin
Tempo.co |
Seolah tak kapok, Lia kembali mengulangi perbuatannya. Kali ini, dia menyebarkan ratusan brosur yang berisi penistaan agama. Akibatnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Juni 2009 mengganjal Lia dengan hukuman penjara 2,5 tahun.
Penistaan Agama Hindu oleh Rusgiani
Rusgiani harus menjalani hukuman 14 bulan penjara setelah majelis hakim memutuskan perbuatannya dinyatakan penistaan agama. Rusgiani yang merupakan ibu rumah tangga menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.
Pernyataan Rusgiani bermula saat dirinya melewati rumah Ni Ketut Surati, di Gang Tresna Asih, Jalan Puri Gadung II, Jimbaran, Badung, pada 25 Agustus 2012. Saat di depan rumah itulah, Rusgiana menyebut canang tersebut najis.
Tajul Muluk
Kompas.com |
Antonius Bawengan
Viva.co.id |
Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
Gafatar memiliki ribuan pengikut dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Mereka menetap di Kalimantan dan menggarap lahan kosong dengan bertani. Mereka membangun gubuk untuk ditempati beberapa kepala keluarga. Namun, ada juga yang menyewa rumah warga.
Aktivitas mereka tertutup bagi warga setempat. Namun, setelah kasus hilangnya dokter Rica Tri Handayani terbongkar, aktifitas Gafatar pun terbongkar. Gafatar diduga telah melakukan penistaan agama.
Gafatar diketahui oleh tim gabungan yang dikomandoi oleh Kejaksaan Agung merupakan metamorfosis dari ajaran al-Qaidah al-Islamiyah. Di mana ajaran tersebut dilarang sejak tahun 2007 karena diniliai sesat.
Selain metamorfosis dari al-Qaidah al-Islamiyah, MUI setidaknya menemukan tiga poin yang membuat Gafatar dinyatakan sesat, yaitu penokohan Musaddeq sebagai juru selamat setelah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Gafatar tidak mewajibkan pengikutnya menjalankan ibadah agama Islam yang sebenarnya.
MUI juga menemukan penafsiran ayat suci yang tidak sesuai akidah. Dalam ajaran Gafatar juga ditemukan pelafalan syahadat yang baru. Saat ini, kasus ini sudah diproses secara hukum. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan tiga tersangka yaitu Musaddeq yang mengaku sebagai nabi, Andre Cahya sebagai Presiden Negeri Karunia Semesta Alam dan Mafhul Muis Tumanurung selaku Wakil Presiden.
Ketiganya dijerat dengan pasal penistaan agama 156a KUHP, Pasal 110 tentang Pemufakatan untuk makar dan Pasal 64 tentang perbuatan berlanjut. Kini berkas ketiganya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung guna proses lebih lanjut.
Dihimpun dari berbagai sumber.
0 Response to "Inilah Kasus-Kasus Penistaan Agama yang Divonis Penjara di Indonesia"
Post a Comment